Effect size
Data dalam penelitian meta analisis diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Data tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai ukuran yang dihitung atau dicari terlebih dahulu dengan rumus yang dinyatakan dengan berbagai persamaan matematis yang relevan dengan tujuan kajian meta analisis yang sedang dilakukan. Ukuran tersebut dikenal sebagai effect size (Retnawati et al., 2018).
Berbagai penelitian menggunakan berbagai teknik pengukuran. Ini memberikan angka numerik yang hanya relevan dalam kaitannya dengan operasi dan skala tertentu yang digunakan. Akibatnya, temuan kuantitatif dari penelitian ini diklasifikasikan dengan cara yang memungkinkan mereka untuk dikumpulkan dan dibandingkan secara statistik menggunakan effect size. Prinsip standardisasi menopang effect size yang digunakan untuk mengkodekan berbagai jenis temuan studi kuantitatif dalam meta-analisis (Retnawati et al., 2018). Statistik effect size menghasilkan standarisasi statistik dari temuan penelitian sehingga nilai numerik yang dihasilkan dapat ditafsirkan secara konsisten di semua variabel dan ukuran yang terlibat. Standarisasi dalam konteks ini memiliki arti yang sama persis bila kita berbicara tentang standar skor dalam pengujian dan pengukuran. Dengan cara yang sama, statistik ukuran efek yang paling umum dalam analisis meta membakukan variasi dalam distribusi sampel skor untuk ukuran yang diminati. Oleh karena itu, kunci dalam meta-analisis adalah menentukan effect size yang mampu mewakili temuan kuantitatif dari sekumpulan studi penelitian dalam bentuk standar yang memungkinkan perbandingan numerik dan analisis bermakna di seluruh penelitian.
Meta analisis menggunakan statistik effect size yang memberikan standarisasi yang sesuai untuk desain penelitian tertentu, bentuk temuan kuantitatif, variabel, dan operasionalisasi yang disajikan dalam rangkaian penelitian yang sedang diselidiki. Ada banyak effect size yang bisa diterapkan untuk satu keadaan atau keadaan lain, namun, dalam praktiknya, hanya sedikit yang banyak digunakan. Sebagian besar temuan empiris masuk dalam salah satu dari beberapa kategori generik di mana statistik ukuran efek spesifik dan prosedur statistik terkait dikembangkan dan diakui secara luas. Adanya effect size menjadikan meta analisis mungkin untuk dilakukan, karena effect size diperoleh dari dependent variable. Effect size menstandarisasi temuan dari berbagai macam studi yang dapat secara langsung dibandingkan. Indeks standar yang dapat digunakan sebagai effect size adalah standarized mean difference, koefisien korelasi, dan odds-ratio, asalkan mempunyai karakteristik yaitu dapat dibandingkan antar penelitian, menunjukkan besaran dan arah hubungan yang diminati, serta ukuran sampel yang independen. Perbedaan pada suatu meta-analsis dapat disebabkan karena perbedaan penggunaan statistika dalam penelitian dan belum adanya transformasi data menjadi data yang sudah ter standarisasi (Retnawati et al., 2018).
Ada berbagai macam rumus dalam menghitung effect size tergantung pada jenis data yang dikumpulkan. Dalam penelitian ini rumus effect size yang digunakan adalah estimasi standardized mean difference (d) dari dua independent groups. rumusnya sebagai berikut:
(1)
𝑋̅1 dan 𝑋̅2 adalah rata-rata sampel dua kelompok, sedangkan 𝑆𝑤𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 adalah standar deviasi gabungan yang diperoleh dari
(2)
“Dengan 𝑛1 dan 𝑛2 adalah ukuran sampel dari dua kelompok dan 𝑆1 dan 𝑆2 adalah standar deviasi dari dua kelompok. Estimasi sampel dari standardized mean difference disebut dengan Cohen’s 𝑑 pada sintesis penelitian. Indeks d yang diusulkan oleh Cohen sebagai parameter populasi adalah untuk mendeskripsikan ukuran dari analisis kekuatan statistik disebut 𝑑. Simbol untuk parameter effect size adalah d dan parameter untuk estimasi sampel adalah 𝑑. Varians 𝑑 diperoleh dari persamaan 3.”
(3)
“Persamaan pertama di sebelah kanan tanda = menunjukkan ketidakpastian estimasi dari perbedaan rata-rata, sedangkan persamaan kedua menunjukkan ketidakpastian dari estimasi 𝑆𝑤𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛. Persamaan 4 digunakan untuk menghitung standar eror dari 𝑑.”
(4)
Akan tetapi terdapat bias pada 𝑑. Bias dapat dihilangkan dengan melakukan koreksi dengan Hedges’ g. Prosedur untuk mengubah 𝑑 menjadi Hedges’ g digunakan faktor koreksi yaitu 𝐽. Persamaan 5 digunakan untuk mendapatkan faktor koreksi (𝐽).
(5)
𝑑𝑓 merupakan derajat bebas yang digunakan untuk mengestimasi 𝑆𝑤𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 untuk dua kelompok independen yaitu dengan 𝑛1 + 𝑛2 − 2 yang menghasilkan eror kurang dari 0,007 dan kurang dari 0,035 persen ketika 𝑑𝑓 ≥ 10, kemudian
(6)
Dan
(7)
“Faktor koreksi (J) selalu lebih kecil dari 1,0 dan g akan selalu lebih kecil dari 𝑑 pada nilai absolute dan varians dari g akan selalu lebih kecil dari varians 𝑑. Akan tetapi 𝐽 akan selalu mendekati 1,0 kecuali 𝑑𝑓 selalu kecil (kurang dari 10) dan perbedaan biasanya.”
Model Effect size Meta Analisis
Secara umum terdapat dua model effect size yaitu fixed effect dan random effect. Model fixed-effect mengasumsikan bahwa penelitian yang dimodelkan adalah homogen. Artinya, tidak terdapat perbedaan dalam populasi penelitian, tidak terdapat perbedaan kriteria pemilihan sampel yang mungkin dapat mempengaruhi hasil terapi, dan terapi dilakukan dengan cara yang sama. Pada model ini, komponen variansi antar penelitian (between-study) diabaikan, yang ada hanyalah variansi.
Model random-effect mengasumsikan bahwa penelitian-penelitian yang diamati dalam meta analisis merupakan sampel random atau acak dari populasi (Retnawati et al., 2018). Model ini memungkinkan terlibatnya komponen variansi antar penelitian (between-study) dan komponen variansi dalam penelitian (within-study) dalam effect size dan signifikansi statistik. Model random-effect biasanya digunakan jika pada uji homogenitas telah mengindikasikan variansi between-studies lebih dari yang diharapkan dikarenakan sampling error.
Analisis Sub Kelompok
Istilah “sub kelompok” dapat merujuk pada pengelompokan berdasarkan karakteristik subjek, seperti apakah pengobatan ini lebih efektif untuk orang yang lebih muda daripada orang yang lebih tua. Sub kelompok juga dapat ditentukan oleh varian intervensi, misalnya, apakah suatu intervensi lebih efektif bila disampaikan oleh fasilitator luar daripada guru kelas biasa. Atau, sub kelompok dapat didefinisikan oleh elemen hasil. Misalnya, apakah efek jangka panjangnya berbeda dengan efek jangka pendeknya (Borenstein & Higgins, 2013). Uji ini memungkinkan untuk menguji hipotesis tertentu, menjelaskan mengapa beberapa jenis studi menghasilkan efek yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang lain.
Meta analisis adalah proses menyintesis hasil dari serangkaian studi. Metode statistik yang digunakan dalam meta-analisis serupa dengan yang digunakan dalam studi primer, kecuali bahwa unit analisis adalah studi dan bukan subjek. Di mana satu studi akan melaporkan efek rata-rata di semua subjek, meta-analisis akan melaporkan efek rata-rata (weighted) di semua studi. Pendekatan ini mudah diperluas ke sub kelompok. Peneliti dapat menghitung efek rata-rata untuk studi yang menggunakan satu varian intervensi, dan juga untuk studi yang menggunakan varian lain dari intervensi. Kemudian, peneliti dapat membandingkan dua (atau lebih) efek rata-rata (Borenstein & Higgins, 2013).
Analisis sub kelompok harus didefinisikan secara apriori. Sebelum melakukan meta-analisis, harus didefinisikan karakteristik studi yang berbeda yang dapat mempengaruhi ukuran efek yang diamati, dan mengkodekan setiap studi yang sesuai. Ada banyak alasan mengapa effect size mungkin berbeda, tetapi harus dibatasi pada hal-hal yang penting dalam konteks analisis. Dalam penelitian ini, analisis sub kelompok dilakukan dengan membagi studi berdasar tingkat pendidikan subjek.
Referensi
Borenstein, M., & Higgins, J. P. T. (2013). Meta-Analysis and Subgroups. Prevention Science, 2(14), 134–143.
Cooper, H., DeNeve, K., & Charlton, K. (1997). Finding the missing science: The fate of studies submitted for review by a human subjects committee. Psychological Methods, 2(4), 447.
Moher, D., Shamseer, L., Clarke, M., Ghersi, D., Liberati, A., Petticrew, M., Shekelle, P., & Stewart, L. A. (2015). Preferred reporting items for systematic review and meta-analysis protocols (PRISMA-P) 2015 statement. Systematic Reviews, 4(1), 1–9.
Olson, C. M., Rennie, D., Cook, D., Dickersin, K., Flanagin, A., Hogan, J. W., Zhu, Q., Reiling, J., & Pace, B. (2002). Publication bias in editorial decision making. Jama, 287(21), 2825–2828.
Retnawati, H., Apino, E., Kartianom, K., Djidu, H., & Anazifa, R. D. (2018). Pengantar Analisis Meta (Edisi 1). Parama Publishing, Yogyakarta.
Wagner, E. E. (1986). Effect of positive findings on submission and acceptance rates: A note on meta-analysis bias. Professional Psychology: Research and Practice, 17(2), 136–137.